Particel-Board

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

Bisnis Repro Kayu

Diposting oleh CITARUM DWIPA FURNITURE On 16.56 0 komentar
Perkembangan jumlah populasi masyarakat dewasa ini semakin meningkatkan kebutuhan akan papan atau tempat tinggal. Dan apabila berbicara mengenai tempat tinggal, pada sebagian besar masyarakat tentunya tidak terlepas dari meubel kayu dari berbagai jenis bahan, desain, ukuran, fungsi dan kualitasnya. Melihat peluang usaha di bidang ini, beberapa institusi pendidikan formal pun menyediakan program-program pendidikan berbasis ketrampilan kerajinan kayu. Berbekal pendidikan inilah, Sugeng Supriyanto mencoba menggeluti usaha di bidang pembuatan meubel kayu. Menurutnya, “prospek ke depannya, usaha kayu cukup bagus terutama bila didukung dengan modal serta pemasaran yang baik”. Produk utama pria yang beralamat di Jl. Karanglo Dusun Kucen RT 06, Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan , Kabupaten Bantul itu berupa lemari, pintu, kusen, jendela dan produk meubel kayu yang lainnya. Salah satu keahliannya adalah  ukir kayu meskipun tidak menutup kemungkinan membuat model sederhana minimalis tanpa ukiran.
Bahan baku, terutama kayu jati. Jumlah dan kualitas kebutuhan bahan baku menyesuaikan dengan permintaan. Apabila permintaan cukup banyak, maka stok kayu diperbanyak. Begitu pula, seandainya konsumen hanya memiliki anggaran yang minim, maka kualitas kayu menyesuaikan, misalnya menggunakan kayu bekas bangunan yang masih layak digunakan atau menggunakan kelas kualitas kayu yang lebih rendah.
Asal bahan baku diperoleh dari tempat penggergajian kayu di daerah Dongkelan atau dari kebun penduduk di sekitar pantai Parangtritis. Bahan baku yang dibeli berupa kayu gelondongan karena lebih mudah dan lebih efisien untuk disesuaikan dengan kebutuhan.
Bahan baku disesuaikan dengan kebutuhan, dalam artian bahwa bentuk, ukuran dan jumlah kayu menyesuaikan dengan desain produk yang akan dibuat. Setelah desain ditetapkan, maka kayu gelondongan tersebut dipotong bagian per bagian sesuai dengan ukuran dan bentuk desain tersebut.
Bahan baku yang berasal dari penduduk biasanya harganya lebih murah, hanya saja memakan waktu cukup lama karena harus melakukan sendiri proses penebangan dan pemotongan serta pengangkutan.
Sedangkan apabila membeli bahan baku di tempat penggergajian harganya lebih mahal, tetapi prosesnya tidak membutuhkan waktu lama. Tinggal memilih kayunya, menentukan ukuran dan bentuk potongan. Setelah selesai, pihak penggergajian akan mengantarkan kayu sampai tujuan.

Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pekerjaan ini seperti pada umumnya peralatan tukang kayu mulai dari paling sederhana , misalnya pensil dan penggaris untuk pengukuran dan desain hingga alat kerja lainnya baik yang manual seperti gergaji potong, tatah, palu dan peralatan listrik seperti bor, gergaji circle dan sebagainya.
Peralatan-peralatan tersebut tidak diperoleh langsung namun dibeli satu demi satu menggunakan gaji yang diperolehnya semasa bekerja sebagai karyawan di usaha perkayuan. Harga peralatan manual cukup murah dibandingkan dengan peralatan listrik. Bila peralatan manual dengan Rp300.000 sudah komplet sedangkan untuk peralatan listrik 1 unitnya sekitar Rp1.500.000.
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam proses produksi, menurut Sugeng adalah konstruksi dari produk. Hal ini kaitannya dengan sambungan antar bagian harus kuat. Begitu juga saat pemasangan, misalnya kusen dan sejenisnya sehingga pada saat penggunaan sehari-hari tidak ada kerusakan.
Selain itu, proses finishing juga perlu mendapat perhatian. Dan masing-masing tukang kayu memiliki patokan kualitas pengerjaan sendiri-sendiri meskipun secara keahlian mempunyai kemampuan yang sama. Patokan itu berdasar kebiasaan mereka selama dalam mengerjakan produk-produk mereka.
Proses pembuatan meubel dikerjakan begitu order masuk dan tercapai kesepakatan harga. Setelah desain ditentukan, proses selanjutnya adalah pengadaan bahan baku. Bahan baku berupa kayu gelondongan yang diperoleh pada perusahaan penggergajian kayu atau kebun penduduk.
Proses Produksi
Kayu gelondongan dipotong sesuai dengan tujuan produk akhir, misalnya, untuk pembuatan lemari maka kayu dipotong dalam bentuk papan. Sedangkan apabila produk akhir yang dituju adalah kusen, maka kayu dipotong dalam bentuk balok.
Setelah kayu siap dengan ukuran dan bentuknya, proses selanjutnya adalah penjemuran. Menurut pengalaman Sugeng, proses penjemuran dibagi menjadi 3 kondisi yaitu mendapat order mendadak maka proses penjemuran selama 1 hari, untuk hasil yang bagus dibutuhkan waktu 7 hari penjemuran.
Sedangkan untuk hasil yang maksimal, biasanya utuk order luar negeri yang membutuhkan kadar air rendah, dilakukakn pengovenan. Setelah kayu kering, dipotong dan dibentuk sesuai kebutuhan yang lebih spesifik. Potongan-potongan kayu tersebut kemudian diserut supaya halus.
Kemudian dilakukan pensikuan untuk mengecek kelurusan dan kerataan kayu sesuai dengan apa yang diinginkan. Selanjutnya, potongan-potongan kayu tersebut dirakit dan sambungan dipaku dan distel. Setelah proses perakitan selesai, maka konstruksi produk telah selesai dalam bentuk kasar. Untuk itu perlu dilakukan pengamplasan dan dilanjutkan dengan proses finishing. Pewarnaan atau pemlituran sesuai dengan warna yang dikehendaki. Terakhir, pengeringan.
Usaha pembuatan mebel kayu ini dikerjakan di bengkel yang menyatu dengan rumah tinggal Sugeng. Pelayanan konsumen dan transaksi di lakukan di ruang tamu rumahnya. Di ruangan tamu itu terdapat beberapa produk hasil karyanya yang bukan saja untuk digunakan sendiri, tetapi seandainya ada calon konsumen yang berminat, Sugeng akan menjualnya dengan harga yang telah disepakati.
Pemasaran
Sampai saat ini, Sugeng selalu melayani konsumen pada segmen menengah ke bawah. Produk-produknya bisa digunakan dari usia bayi, seperti box bayi, sampai usia dewasa. Dari sisi diferensiasi produk tidak terlalu banyak perbedaan dibandingkan dengan produk dari pengrajin kayu lainnya.
Harga produk-produknya dipatok berdasarkan kualitas bahan baku dan kesulitan pengerjaannya. Dari nilai bahan baku Rp50.000/meter, Sugeng mematok harga produk jadi antara Rp75.000-Rp80.000/meter.
Pada proses pemasarannya tidak menggunakan strategi pemasaran tertentu, hanya sebatas pemasaran dari mulut ke mulut. Konsumen yang datang selalu ditawarkan beberapa contoh produk pada sebuah katalog.
Dari sekian calon konsumen yang datang dan bertanya tentang produk dan harga, hanya sebagian kecil saja yang sepakat melakukan transaksi. Apabila calon konsumen tertarik pada salah satu contoh produk atau konsumen sudah membawa gambar contoh produk, maka pembicaraan selanjutnya mengenai jenis bahan baku dan harga. produk Seandainya kesepakatan harga dan kualitas serta jenis bahan baku terjadi, konsumen membayar uang muka dan proses pengerjaan dimulai.
Pada proses pemasaran ini, kendala yang dihadapi adalah tidak adanya showroom dan stok produk jadi sebagai contoh hasil karya sehingga kurang bisa meyakinkan calon konsumen mengenai kualitas hasil pengerjaan. Di sekitar daerah tersebut terdapat setidaknya 4-5 pengrajin kayu dari skala perorangan sampai dengan pengrajin yang memiliki beberapa orang karyawan.
Keuangan
Awal mulai menjalankan usaha ini, Sugeng tidak memiliki modal yang cukup. Tetapi, dari hasil selama bekerja ikut orang, Sugeng telah memiliki beberapa peralatan yang dibeli satu demi satu dengan sebagian upah yang diterimanya.
Karena tidak mempunyai modal untuk memproduksi, untuk sementara Sugeng menawarkan jasa pengerjaan kayu dimana konsumen (beberapa diantaranya pengrajin yang lebih besar) memberikan desain dan bahan baku yang kemudian dikerjakan sesuai permintaan. Dari tabungan hasil selama bekerja menawarkan jasa tersebut, , terkumpul Rp3-4juta yang digunakan untuk melengkapi peralatan dan membeli stok bahan baku seadanya.
Selama menjalankan usaha meubel kayu ini, omset yang dicapai tidak menentu. Terkadang dalam 1 bulan hanya mendapatkan Rp 300.000 dari jasa perbaikan meubel dan terkadang bisa mencapai Rp10juta bila mendapat order yang cukup banyak, terutama bila mendapat limpahan dari pengrajin lain sebagai subkontraktor. Biaya operasional pun sebatas untuk kebutuhan listrik kisaran antara Rp 60.000-Rp500.000 per bulannya.
Sejak memasuki bangku sekolah menengah, Sugeng sudah tertarik dengan kerajinan kayu. Sehingga setelah tamat sekolah menengah kejuruan, dia mencoba bekerja di usaha pembuatan meubel kayu. Sejak 7 tahun yang lalu mencoba untuk menekuni bidang ini dan hingga kini berusaha mandiri dengan mendirikan usaha sendiri walau dengan modal pas-pasan.
Rencana ke depannya, Sugeng berupaya untuk mengumpulkan modal lebih banyak sehingga bisa membuat produk contoh supaya calon konsumennya bisa melihat langsung model dan kualitas hasil karyanya.
|

Alat Pertukangan Elektric

Diposting oleh CITARUM DWIPA FURNITURE On 15.42 0 komentar

pasah mesin (planner)

pasah mesin (planner)
.

mesin gerinda

mesin gerinda

mesin bor

mesin bor
.

mesin amplas (sander)

mesin amplas (sander)
.

propil (router)

propil (router)
.

propil besar

propil besar
)

circular saw (gergaji tangan)

circular saw (gergaji tangan)

|